Fenomena astronomi sangat berkaitan dengan banyak pelaksanaan ibadah ibadah umat islam, salah satunya ibadah puasa romadhon. Dalam pelaksanaan ibadah puasa romadhon sedikitnya berkaitan dengan dua fenomena astronomi. _Pertama,_ rotasi bumi (putaran bumi terhadap porosnya) yang mengakibatkan gerak semu matahari terbit dari ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat. Peristiwa ini dijadikan sebagai penanda awal dilaksanakannya puasa dan penanda waktu untuk berbuka pada hari itu. _Kedua,_ fenomena orbit bulan terhadap bumi dijadikan sebagai patokan jumlah hari dalam satu bulan hijriyah, ditentukan dengan munculnya hilal (bulan baru) sampai dengan munculnya hilal berikutnya.
Awal waktu puasa dalam satu hari dimulai dari terbitnya fajar sampai dengan tenggelamnya matahari. Fajar yaitu waktu dimana ketika posisi matahari berada pada altitude -20° atau 20° dibawah horizon timur/ufuk timur (Departemen Agama RI, 1994). Matahari terbenam adalah dimana posisi matahari berada pada altitude 0° (semua kalangan sepakat).
Orbit (perputaran) bulan terhadap bumi yang lamanya 29-30 hari ditandai dengan munculnya hilal sampai dengan munculnya hilal berikutnya. Peristiwa ini dijadikan penanda/patokan pada hari kapan bisa dilaksanakan ibadah puasa romadhon dan pada hari kapan diakhirinya puasa romadhon.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus